INDOKOM NEWSTV | Keluarga dari Edi Suranta Gurusinga Alias Godol didampingi Penasihat hukumnya mendatangi Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung di Jakarta.
Kedatangan mereka bertujuan untuk mencari keadilan sekaligus mengadukan PN Lubuk Pakam dan Kejari Deliserdang diduga tidak Propesiona dalam menjalankan tugas.
"Hari ini kami resmi melaporkan dugaan atas kejanggalan dan dugaan kriminalisasi ke MA dan KY," kata Suhandri Umar Tarigan SH selaku penasihat hukum Godol,Jumat (26/4/2024) di Jakarta.
Para penasihat Hukum Edi Suranta Gurusinga mengungkapkan, PN Lubuk Pakam dalam tempo satu hari menerima berkas dari Kejaksaan dan langsung menghunjuk ketua dan anggota majelis sidang.
Umar Tarigan menduga proses yang dilakukan oleh Pengadilan Deli Serdang sengaja di ciptakan agar Praperadilan yang diajukan menjadi gugur. "Jadi, proses hanya tempo satu hari itu sangat tidak lazim, Ucapnya.
"Seharusnya, Pengadilan Deli Serdang bersikap lebih netral". Sepanjang yang saya perhatikan, tidak pernah ada proses penerimaan berkas perkara dari kejaksaan ke PN itu hanya tempo satu hari langsung di catat diregistrasi, lalu dihari itu juga dihunjuk majelis sidangnya," pungkasnya.
Proses satu hari itu dilakukan sebelum cuti bersama hari Raya Iedul Fitri 1445 H, tepatnya Jumat 5 April 2024. Lalu, usai cuti bersama tepatnya 16 April sidang perkara Senpi itu dibuka dengan agenda dakwaan.
"Dengan dibukanya sidang dakwaan itu, maka Praperadilan yang kami ajukan menjadi gugur. Jadi, kami menduga proses "ekspres" itu sengaja diberlakukan oleh Pimpinan Pengadilan Deli Serdang dan akhirnya gugurlah Praperadilan yang kami ajukan.
Padahal, Prapradilan yang kami ajukan sudah tahapan kesimpulan, "Atas adanya proses ekpress itu, pengacara melaporkan ke KY dan MA agar mendapatkan keadilan dan mengungkap tabir kejanggalan itu.tegasnya.
"Kenapa kami bilang kasus ini janggal, karena memang klien kami ini bukanlah pemilik Senpi yang dituduhkan oleh Oknum Brimob Polda Sumut dan Penyidik Satreskrim Polrestabes Medan," tuturnya.
Bahkan, dalam sidang Praperadilan yang sudah digelar beberapa kali dengan agenda keterangan Diki oknum Brimob yang mengaku melihat Godol buang Senpi diragukan kebenarannya.
"Bagaimana mungkin, Penyidik menetapkan klien kami sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan Diki yang mengaku melihat klien kami membuang suatu benda. Baru dicek benda itu rupanya Senpi. Jadi keterangan Diki harus diuji dan dibuktikan apakah keterangan Diki itu benar atau mengada Ngada," ungkapnya.
Kejanggalan lainnya juga muncul disaat Penyidik Satreskrim Polrestabes Medan menjemput Godol dari Rumah Sakit Bhayangkara yang baru sembuh dari sakit yang dideritanya.
"Tanggal 3 April 2024 penyidik datang ke rumah sakit dengan alasan mau menjemput klien kami untuk dibawa ke ruang tahanan Polrestabes Medan. Merasa curiga, kami mengikuti laju mobil penyidik itu. Namun ditengah perjalanan, klien kami diturunkan dari mobil dan masuk ke mobil yang lainnya," ucapnya.
Karena adanya hal yang aneh itu, Pengacara mendatangi penyidik dan mengatakan berkas dan tersangka akan di kirim ke Kejaksaan Lubuk Pakam.
"Keanehan muncul lagi, saat itu juga berkas dikirim dan dinyatakan jaksa lengkap atau P21 sekitar pukul 16:00 WIB. Keanehan muncul lagi, satu jam kemudian berkas dinyatakan P22," tambahnya.
Untuk itu, tim hukum berharap agar MA dan KY mengawal kasus agar majelis hakim bersikap netral dan profesional."Hakim harus bersikap jujur dan adil. Satu lagi, kami harapkan tidak ada praktek KKN dalam kasus ini," terangnya.
Mulanya, Edi yang akrab disapa Godol terlibat ke dalam dugaan kasus perjudian bersama 20 orang lainnya di Objek Wisata Desa Durin Jangak, Pulau Sari, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Saat penangkapan hingga dibawa ke Polrestabes Medan, tidak ada disebutkan terkait masalah senjata api. "Tiba-tiba setelah 1x24 jam, klien kami dituduh memiliki senpi. Padahal 20 saksi itu, utamanya yang empat orang, melihat bahwa klien kami bukan pemilik senjata api tersebut.
Sejauh ini, Godol dan tim kuasa hukumnya juga telah melapor ke Denpom 1/5 Medan. Lantaran, senpi tersebut diduga merupakan milik oknum TNI yang masih bertugas di wilayah Kodam 1/BB.
Umar berharap, Kodam 1 Bukit Barisan dan Denpom 1/5 Medan bisa segera mengklarifikasi status oknum TNI yang diduga merupakan pemilik asli senpi tersebut. Selain itu, agar Komnas HAM bisa mewujudkan komitmennya untuk memantau perkembangan perkara ini.**